Marhaban ya Ramadhan. Ramadhan telah tiba, meskipun kita kadang seperti merasa,—seperti lagunya Opick yang sering diplesetkan “tiba-tiba ramadhan”. Lagu-lagu khas ramadhan mulai menghiasi ruang-ruang digital, algoritma media sosial kita mulai menyajikan musik-musik ramadhan, Seperti lagu Ramadhan Maher Zain, Haddad Alwi dan musik-musik religi lainnya, semakin menambah Vibes Ramadhan kali ini. Tidak terasa ini adalah tahun ke empat saya di Kota Tanjungpinang negeri segantang lada, dan mungkin sudah tahun ke 8 di Kepulauan Riau, karena sebelumnya di Natuna, tidak terasa juga sudah 3x puasa, 3x lebaran tidak pulang mudik ke kampung halaman, namun bukan ingin menyaingi bang Toyib, mungkin ada yang mengalami nasib yang sama. Kita tahu bahwa beberapa tahun terakhir ramadhan kita lalui dalam keadaan pandemi Covid-19, dan syukur Alhamdulillah setidaknya dua tahun ini ramadhan kita sudah kembali normal. Masyarakat telah mulai bersemarak dalam menyambut dan juga menjalani ibadah di bulan suci Ramadhan.
Semarak menyambut Ramadhan, masyarakat sangat antusias ketika akan memasuki bulan ramadhan, bahkan mereka sudah memiliki Timeline sendiri untuk mensukseskan kegiatan di bulan suci ini. Salah satu semaraknya bagi saya adalah saat-saat menunggu penetapan tanggal 1 Ramadhan oleh Kementerian Agama. Bagi saya metode Rukyat atau melihat Hilal yang dilaksanakan dalam penentuan 1 Ramadhan itu menambah rasa antusias menyambut detik-detik kedatangan bulan suci menjadi semakin dramatis. Meskipun tidak menafikan metode hisab yang sudah dilakukan oleh kalangan Muhammadiyah dalam penentuan 1 Ramadhan. Kedua perbedaan metode ini merupakan salah satu bentuk keragaman yang semakin menyatukan kita dengan saling menghargai.
Semarak meriah masyarakat juga terlihat dalam menjalankan ibadah selama bulan ramadhan ini, puasa, membaca al-Qur’an, sedekah dan shalat tarawih. Masjid-masjid penuh sesak jama’ah tarawih khususnya pada awal-awal ramadhan ini sampai di beberapa masjid jama’ahnya meluber keluar masjid, jumlah rakaatnya juga beragam pada beberapa masjid, ada yang 11 rakaat dan ada juga yang 23 rakaat, begitu juga dengan ragam speednya, semua sama-sama berantusias dalam melaksanakan ibadah. Saat menjelang buka puasa, jalanan kota tak kalah ramai dan sesak, orang mencari ta’jil atau makanan untuk berbuka, banyak tempat-tempat semacam bazar ramadhan yang menjajakan berbagai makanan dan jajanan khas tradisional, yang memuaskan bukan hanya bagi PPT atau Para Pencari Ta’jil, namun juga tak jarang para pemburu kuliner jajanan dari kalangan masyarakat yang bukan muslim. Sungguh pemandangan yang menyejukkan dan damai. Betapa banyak makanan dan jajanan dalam tentengan mereka.
Di balik semarak kegiatan masyarakat dengan datangnya bulan Ramadhan, yang tentu kita sambut dengan kegembiraan, bulan yang penuh dengan ampunan, nilai pahala kita dilipatgandakan, dan kegiatan kita penuh dengan keberkahan. Namun kita perlu menyadari bahwa ramadhan masih panjang, antusias ibadah tarawih cenderung menurun saat mendekati akhir ramadhan, masjid yang awalnya berjubel di pertengahan bulan tak jarang pada beberapa masjid menyisakan beberapa shaf saja. Di sisi lain masyarakat mulai memenuhi toko-toko baju dan mall-mall untuk berbelanja. Ramadhan yang seharusnya mengajarkan kita untuk mengendalikan diri secara intensif, justru prilaku kita cenderung konsumtif. Maka mengutip pendapat dari seorang ulama’ salah satu makna ramadhan adalah sebagai madrasah, bulan puasa sebagai pendidikan atau sekolah bagi kita, sedangkan tujuannya adalah terjadinya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku merupakan produk dari pendidikan puasa selama bulan ramadhan dalam bahasa Al-Qur`an (Al-Baqarah: 183) dirumuskan dalam satu kata yaitu tattaqun (kalian bertakwa).
Secara singkat kalau diibaratkan Madarasah atau Sekolah, maka Ramadhan memiliki kurikulum, dalam kurikulum perguruan tinggi misalnya, berarti ramadhan punya PL (profil lulusan) yang ditempuh melalui CPL (Capaian Pembelajaran Lulusan) dengan melalui beberapa tahapan (semester) dengan sistem SKS (Sistem Kredit Semester) yang terbagi dalam beberapa Mata Kuliah (MK). Maka PL-nya menjadi orang yang bertakwa, sedangkan CPLnya adalah memiliki kedekatan spiritual dengan Allah (hablun minallah) dan memiliki kepekaan sosial (hablun minannas) hubungan yang baik dengan sesama manusia. Sedangkan MKnya adalah Puasa. Tentu penjelasannya bisa cukup panjang, intinya adalah Puasa yakni menahan diri dari yang membatalkannya sejak fajar hingga petang, hal ini secara intensif dilakukan akan mengajarkan tentang pengendalian diri, bukan hanya pada siang hari, namun pada sepanjang hari, bukan hanya pada bulan Ramadhan namun juga setelah Ramadhan. Jadi Ramadhan sksnya sepanjang tahun.
Ramadhan bukanlah sekedar tamu agung yang kita sambut dengan antusias kita jamu dengan euforia, dan saat dia pergi kita menjadi sedih, namun kemudian tidak memberikan impact apa-apa pada diri kita. Tidak ada yang berubah pada diri kita, prilaku, sikap dan akhlaq kita. Seorang pakar bahasa mendefinisikan kata tattaqun (verb) dan bukan nomina muttaqun menunjukkan bahwa takwa adalah sebuah proses yang dinamis dan tidak pernah berhenti sepanjang hidup. Maka ijazah atau gelar lulusan madrasah Ramadhan tidak didapatkan dari sekolah atau lembaga pendidikan apapun, lebih dari itu akan diberikan oleh masyarakat setelah menyaksikan perubahan sikap, pada tingkah laku dan akhlaq kita.
Oleh: Muhammad Alfan Sidik