AICIS, sebuah perhelatan akbar nan bergengsi milik Kemeterian Agama ini kembali digelar. Kali ini bertempat di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang. Pada perhelatan ini, unit moderasi beragama STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau berkesempatan untuk menghadiri undangan panitia pelaksana dalam kegiatan tersebut. Kegiatan ini mengangkat tema “Redefining the Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights Issues” Salah satu subtema yang dijabarkan tidak luput dari moderasi beragama, ini menandakan bahwa moderasi beragama ikut andil dalam merespon krisis kemanusiaan dengan memanusiakan manusia itu sendiri. Moderasi beragama berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan.
Salah satu kegiatan tahunan dalam AICIS ini adalah Parallel Session, dimana para akademisi mempresentasikan hasil pemikirannya yang tertuang dalam artikel karya tulis ilmiah (paper) dan sudah dinyatakan lolos seleksi oleh panitia. Dalam kelas-kelas paralel terjadi diskusi terkait tema yang diusung. Beberapa diantaranya terdapat artikel bertemakan moderasi beragama seperti:
- Inae Kona Sara Iyee Pine Sara’: Moderasi Beragama dalam Terjemahan Quran Tolaki yang ditulis oleh Fahmi Gunawan dari IAIN Kendari.
- Strategi Moderasi Beragama di Masyakarat: Studi Kasus: Kampung Moderasi Beragama di Fatubesi Dan Kolhua Kupang yang ditulis oleh Muhammad Riyas Amir dari UIN Walisongo Semarang.
- Redefinisi Moderasi dalam Menyikapi Konflik di Bumi Para Nabi: Perspektif Tafsir Klasik dan Kontemporer yang ditulis Cholid Ma’arif dari Universitas Darussalam Gontor Ponorogo.
- Posisi Moderasi beragama di tengah pusaran krisis kemanusiaan global yang ditulis oleh Yulinar Aini Rahmah.
Keempat judul artikel tersebut erat kaitannya dengan bagaimana kita hidup dalam harmoni keberagaman dan mencerna setiap krisis kemanusiaan sehingga terus terwujud perdamaian baik di Indonesia maupun perdamaian global. Para akademisi berkontribusi melalui pemikiran-pemikiran yang disajikan. Setiap ruangan juga dihadirkan pembahas dari berbagai PTKI sehingga jalannya diskusi semakin hangat dan bernilai.]
Perhelatan yang berlangsung selama 4 hari ini dibuka oleh wakil Menteri Agama Republik Indonesia Bapak H. Saiful Rahmat Dasuki, S.IP., M.Si. Dalam sambutannya, beliau menghimbau agar bagaimana kita dapat bergerak maju menuju dunia yang lebih damai, adil, menghormati antar sesama manusia. Ini adalah pesan moderasi beragama yang harus terus kita gaungkan dan lakukan dalam merawat Indonesia tercinta ini. Sementara acara closing ceremony ditutup oleh Bapak Menteri Agama Republik Indonesia, Bapak H. Yaqut Kholil Qaumas. Dalam sambutan beliau pun menyampaikan pesan bermuatan moderasi agama. “Kita harap, penguatan moderasi beragama bisa menjadi kontribusi Indonesia dalam menjawab persoalan kontemporer dan menjaga perdamaian dunia,” tutur Bapak Menteri Agama yang kerap dipanggil Gus Men ini.
Dalam acara seremonial AICIS yang bermuatan studi islam ini hadir pula berbagai tokoh lintas agama seperti Ditjen bimas islam, hindu, katolik, dan Kristen. Hal ini sekaligus memberikan atmosfer keragaman agama yang saling menghargai di Indonesia. Salah satu kebanggaan tersendiri betapa Indonesia memiliki warga yang berbeda-beda namun tetap satu jua.
Berbeda dengan perhelatan AICIS di tahun-tahun sebelumnya, untuk pertama kalinya AICIS yang ke-23 ini menghadirkan acara ASEAN Religious Leaders’ Summit yang dihadiri oleh 12 pemuka agama dari negara ASEAN yang menyampaikan berbagai pemikiran dan pengalaman serta membahas solusi atas serangkaian persoalan kontemporer dalam perspektif keagamaan. Para pemuka agama tersebut adalah Abdul Ghofur Maimoen (Indonesia); Philip Kuntjoro Widjaja (Indonesia); A. Elga Sarapung (Indonesia); Yon Seng Yeath (Cambodia); Datuk Hasan bin Bahrom (Malaysia); Anilman Dhammasakiyo (Thailand); Gomar Gultom (Indonesia); Romo Hery Wibowo (Indonesia); Andi Gunawan, (Indonesia).
Sebelumnya dalam acara Launching AICIS 2024 ini, Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag yang tidak lain adalah Direktur Jenderal PTKI Kemenag RI, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Religious Leaders’ Summit ini akan menyoroti isu-isu seperti konflik etnik, krisis pengungsi, dan peran agama dalam menciptakan perdamaian. “Diskusi ini menjadi platform bagi para pemuka agama untuk berbagi pengalaman dan mencari solusi bersama dalam menghadapi kompleksitas krisis kemanusiaan di wilayah ASEAN” yang kemudian terealisasi dengan baik pada kegiatan AICIS ke 23 di Semarang ini.
Acara lain yang tidak kalah seru dan menyampaikan pesan moderasi beragama adalah Penanaman Pohon Perdamaian. Para tokoh agama lintas negara ini kemudian menanam pohon Alpukat sebanyak 12 yang tidak jah dari Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Walisongo, Semarang. Mengapa Alpukat? Konon katanya selain manfaatnya yang banyak, alpukat juga termasuk salah satu buah yang tinggi harga belinya. Secara filosofis, tema agama dan kemanusiaan yang dibahas pada Religious Leader Summit memiliki harga yang tinggi dan harus dilestarikan. Penanaman 12 pohon alpukat ini mengandung makna tentang pentingnya menjaga alam, lebih lanjut ada makna tersirat yang ingin disampaikan oleh berbagai tokoh agama ini tentang pentingnya merawat negara tercinta Indonesia maupun perdamaian dunia. Pesan simbolis yang direpresentasikan melalui penanaman pohon alpukat. Pesan moderasi beragama yang menarik.
Zulfah
Sekretaris rumah moderasi beragama STAIN Sultan Abdurrahman