Dalam memahami teks suci ajaran agama, seseorang berpotensi untuk berada pada 2 posisi. Ada posisi yang terlalu sudut dan ada posisi kelewat pinggir hingga mudah tergelincir.
Posisi terlalu sudut; diumpamakan mereka yang terlalu bertumpu kepada teks dan mengabaikan konteks. Biasanya, ciri-ciri orang yang berada diposisi terlalu sudut, cara berpikirnya tekstualis dan kaku. Sedikit-dikit menanyakan dalil. Seperti; itu apa dalilnya memperingati haul/ kematian orangtua? (Tapi nanyanya itu sinis gitu loh).
Padahal, untuk mengetahui status hukum haul, tidak bisa dilepaskan dari bentuk kegiatan dalam rangkaian acaranya. Artinya, menghukumi haul sama saja dengan menghukumi perbuatan yang terdapat dalam perhelatan itu sendiri. Dalam rangkaian haul itu, biasanya ada yasin, tahlil, baca Qur’an dan mendoakan mayit diiringi dengan ziarah kubur. Dalilnya jelas. Mayoritas 4 mazhab berpendapat pahala ibadah atau amal saleh yang dilakukan orang yang masih hidup bisa sampai kepada mayit. Pengertian atau amal saleh di sini umum, mencakup bacaan Al-Qur’an, dzikir, sedekah dan lain-lain. Mendoakan juga berguna baginya. Mendoakan orang yang telah meninggal jelas berbeda dengan berdoa kepadanya.
Kemudian sedekah, syekh Zainuddin al-Malibari dalam kitabnya irsyadul ibad mengatakan bahwa Ibnu Umar telah berkata meyedekahkan pahala kepada orang tua yang sudah wafat dan masih hidup dalam Islam diperbolehkan dan pahalanya sampai kepada mereka.
Lalu, ziarah kubur, seorang anak yang orang tuanya telah meninggal kemudian ingin meminta maaf kepada keduanya bisa melakukan ziarah kubur. Bahkan Ketika orang tua telah meninggal dunia, ada rasa penyesalan yang mungkin muncul dalam diri anak, terutama jika terdapat perbuatan atau kata-kata yang kurang pantas atau menyakitkan yang dilakukan sebelum kematian mereka.
“Imam Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya sekali setiap Jumat, niscaya Allah hapus dosanya. Ia pun dinilai sebagai anak berbakti kepada orang tuanya.”
Melalui amalan-amalan sholeh itu, kita dapat memperbaiki hubungan spiritual kita dengan Allah SWT dan pada gilirannya, membantu memohon maaf kepada orang tua kita. Dengan menjadi pribadi yang lebih baik, kita juga menghormati jasa-jasa mereka dan memuliakan nama baik keluarga. Nah, demikian lah paham keagamaan / dalil bagi mereka yang melaksanakan haul.
Saat ini memang Indonesia sedang dihadapi oleh 2 arus paradigma paham keberagamaan. Seseorang yang kerap kali menyatakan bahwa dokrin ajaran agamanya lah yang paling benar. Sulit untuk menerima alternatif kebenaran tafsir lainnya nah itulah yang disebut dengan praktik beragama yg ekslusif-legal formalistik. Seseorang yang demikian, memang cenderung mengangap bahwa ajaran keagamaanya tunggal dan diyakini sebagai satu-satunya kebenaran. Hingga mudah banget utk menyalahkan pihak lain yang berbeda dengannya. Padahal untuk menyikapi tafsir ajaran agama yang memiliki beragam pendapat diantara para ahli cukup memilih salah satunya, dan tidak perlu menyalahkan orang lain yang berbeda dengannya. Dalam konteks ini, harusnya kita ya juga demikian, bagi mereka yg ingin melaksanakan haul ya dipersilahkan. Bagi yang tidak, ya juga tidak apa-apa. Karena mungkin semua punya dalilnya. Namun, tetap hargai mereka yang berbeda dengan kita. Karna ini bukan urusan pokok agama, hanya tafsir ajaran agama yang beragam dan perlu ditoleransinya keberadaanya. Intinya ya Moderasi Beragama!!
So.. Jangan salah paham lagi ya sama Moderasi Beragama. Ia itu merupakan esensi ajaran agama kok. Ia juga merupakan keniscayaan bagi kita yang ingin beragama secara damai dan menyejukkan. Justru, ia juga menjadi kebutuhan bagi kita yang sering digesek seperti contoh pertanyaan diatas. Sedikit-dikit ditanya dalilnya… Coba bayangin, kalau aja tadi yang disinisin orangnya gak moderat, intoleran, ekslusif, serta ekstrem… Waah… Bisa nggak teguran 7 hari 7 malam nihc!!
Wallahu ‘alam bishowwwab
Oleh: Zulfa Hudiyani